Wayang Kulit
Wayang kulit merupakan salah satu kesenian
tradisional yang berkembang di Pulau Jawa. Kata “wayang” berasal dari kata “Ma Hyang” yang artinya
menuju kepada roh spiritual, dewa, maupun Tuhan Yang Maha Esa, yang bertujuan
sebagai media hiburan maupun sarana edukasi kepada masyarakat dengan cerita
akan nilai-nilai kehidupan.
Wayang jenis ini
terbuat dari membran kulit sapi maupun kulit kerbau yang biasanya dipentaskan
pada malam hari oleh seorang dalang dan diiringi dengan berbagai alat musik
tradisional seperti gamelan yang lengkap sinden (penyanyi). Dalang sendiri
merupakan singkatan dari kata ngudal
piwulang, ngudal yang berarti
menyebarluaskan atau membuka sedangkan piwulang memiliki arti ilmu
atau pendidikan dengan kata lain dalang berprofesi sebagai orang yang
memberikan pengetahuan sebagai bentuk ‘penerangan’ maupun hiburan bagi
masyarakat.
Terdapat pula perkumpulan
kesenian Wayang Kulit di Desa Gunungsari yang bernama Purwo Carito Kagunan Roso yang didirikan pada tahun 1985 oleh Ki
Sopo Nyono atau lebih dikenal dengan nama Mbah Ranu, yang juga berprofesi
sebagai dalang sejak umur 20 tahun. Anggota perkumpulan ini berjumlah sekitar
35 orang yang tersebar di seluruh pulau Jawa.
Saat ini di kota
Batu telah dibangun gedung kesenian sebagai wadah apresiasi masyarakat baik
sebagai pelaku maupun penikmat seni. Perkumpulan Wayang Kulit Purwo Carito Kagunan Roso ini biasanya
tampil di beberapa acara seperti acara kesenian, HUT Kota Batu, acara
peresmian, dan HUT-RI di Desa Gunungsari.
Mbah Ranu,
Selaku pelaku seni, memiliki harapan besar baik kepada pemerintah maupun
masyarakat agar meningkatkan kepeduliannya terhadap berbagai kesenian yang ada,
khususnya terhadap Wayang Kulit yang masih sangat jarang peminatnya. Akan lebih
baik jika terdapat sebuah sanggar yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat
latihan dan tempat belajar bagi siapa saja yang hendak mempelajarinya.
Post a Comment